Apple to Apple:Antara Bencana, Pengetahuan, Iman, dan Cara Berpikir.

Ket. Alexander Philiph Sitinjak. (Foto. Dok. Pribadi)

Oleh : Alexander Philiph*

Lagi-lagi setiap bencana dikaitkan dengan Iman (dalam konteks ini saya sebut Agama)  bahkan cenderung mengabaikan logika dan akal sehat. Bencana terjadi bukan karena di suatu tempat adanya tindakan yang mengabaikan nilai-nilai Agama, melainkan karena peristiwa alam yang dimengerti oleh alam lewat-lewat kejadian-kejadian kecil yang setidaknya menuntut manusia peka terlebih dahulu.

Misalnya dalam kegempaan, ada beberapa cerita tentang tindakan hewan yang diluar perkiraan, seperti semut-semut yang keluar dari dalam tanah sekitar 5 menit sebelum gempa terjadi. Atau cerita dari seorang Imam, anjing-anjing di Gereja ketika diberikan makan tapi dalam keadaan yang gelisah. Yap hewan mempunyai insting atau intuisi untuk menerka peristiwa yang akan terjadi.

Sedangkan manusia mempunyai akal dengan segala kemampuannya menelanjangi ilmu pengetahuan.

Bisa dibayangkan jika orang-orang yang mengkaitkan peristiwa bencana dengan agama, belum bisa berpikir jernih untuk membuka "mata hati" di kedalaman yang paling jauh.

Yakinkan saya di tempat seperti Tondo Kiri yang dikenal sebagai tempat pelacuran, tidak ada tempat Ibadah. Yakinkan saya di daerah Petobo, Talise, Balaroa, Jono Oge, dan tempat lainnya yang terdampak juga tidak ada tempat Ibadah? Pasti ada, dan disanapun secara sadar, tentunya ada orang baik dan beriman.

Nah sebegitu tegakah Tuhan yang kita sembah dengan cara kita masing-masing "memusnahkan" orang baik dan orang jahat dengan peristiwa bencana.

Atau adakah kita saat gempa terjadi tetap berada dalam rumah Ibadah untuk terus berdoa? Belum tentu, goyang sedikitpun pasti kita akan lari menghindari bangunan tempat Ibadah agar kita tidak tertimpa. Artinya apa?

Sadar tidak sadar, Ilmu Pengetahuan juga insting tiba-tiba lebih kuat dari iman maupun agama bukan? Kita lari toh.. Katanya kita yakin Tuhan itu kan "menyelamatkan"?

Agama melalui iman, saat bencana yang kita lakukan adalah dengan rasa syukur apabila kita selamat. Sedangkan yang menjadi korban hanya sebagai "harapan".

Mengutip lagunya saudaraku Sigit Purnomo Said atau yang dikenal dengan Pasha Ungu dan Wakil Walikota Palu.

"Baku Jaga"

Torang nin tau kapan tu badai datang?

Torang nin tau kapan musibah datang?

Yang torang tau Tuhan sayang pa torang!

Ba sabar jo, doa torang panjatkan...

Mari jo torang baku sayang...

Mari jo orang baku jaga...

Mari jo torang baku pegangan tangan..

Basudara baku sayang...

Basudara baku rasa...

Basudara torang baku jaga..

Percaya ini Tuhan pe cara..

Percaya ini Tuhan pe sayang..

Percaya Tuhan sayang pa torang..

Ini peringatan untuk torang samua, untuk torang semua..

Masihkah kita baku ribut?

Masihkah kita baku salah?

Masihkah kita belum sadar bahwa kita sesama manusia yang diciptakan untuk saling menopang satu sama lain?

Banggai, 30 November 2018.

*Penulis merupakan Pegawai Perwakilan BPKP Provinsi Sulawesi Tengah, yang juga pengurus Pos Pelayanan Caritas-PSE Keuskupan Manado, saat peristiwa 28 September 2018 penulis berada di Kota Palu.