PP PMKRI: Kami Akan Kawal Permenristekdikti Nomor 55 Tahun 2018

Diskusi Publik PP PMKRI "Mengawal Implementasi Permenristekdikti tahun 2018"

Jakarta, Verbivora.com- Presidium Hubungan Perguruan Tinggi Pengurus Pusat PMKRI (PHPT PP PMKRI) St. Thomas Aquinas mengawal Permenristekdikti Nomor 55 tahun 2018 dengan menggelar diskusi publik bertema "Mengawal Implementasi Permenristekdikti tahun 2018" di aula Margasiswa 1 PMKRI, Menteng, Jakarta Pusat. Jumat, 24/08.

Benidiktus Papa selaku Presidium Hubungan Perguruan Tinggi PP PMKRI dalam paparannya menjelaskan, Permenristekdikti Nomor 55 tahun 2018 adalah jalan terbaik untuk membangkitkan semangat Pacasila dalan tataran kampus.

"Karena Permenristekdikti mengakomodir harapan dari kelompok Cipayung (PMKRI, HMI, GMKI, GMNI, PMII) dan Cipayung plus yang selama ini tidak mendapat perhatian dari kampus sehingga menghambat kaderisasi kelompok Cipayung di kampus." tutur tokoh muda Toraja tersebut. 

Kelompok Cipayung, lanjut Benidiktus, sebagai ujung tombak bangsa Indonesia yang terus bergerak mewartakan Pancasila di lingkungan kampus sudah saatnya kembali ke kampus yang menjadi pusat kaderisasi.

Mengingat, paham dan gerakan radikalisme berkembang pesat di tataran kampus hingga mahasiswa banyak yang terpapar paham radikal. Bukan hanya mahasiswa, namun rektor dan dosen juga sudah terpapar paham radikal.

"Kami akan terus mengawal peraturan ini yang kemudian diterjemahkan kepada seluruh anggota untuk kembali mewarnai kampus dan akan bergerak melawan paham-paham radikal yang bertentangan dengan Pancasila," tegas Benidiktus. 

Selain itu, Direktur Kemahasiswaan Kemenrisktekdikti yang diwakili oleh Kasubdit Minat dan Bakat Kemahasiswaan Octa Nugraha Shando mengatakan, lembaga negara dalam hal ini Menrisktekdikti sudah melakukan evaluasi internal dan menerima berbagai masukan untuk mengatasi kasus-kasus radikalisme dan intoleransi di ranah kampus.

"Keluarnya Permenristekdikti harus diapresiasi karena ini adalah jawaban dari kegelisahan kita terhadap situasi di kampus yang mana banyak terjadi kasus intoleransi dan paham radikal." ungkapnya.

Octa Shando menceritakan, sebelumnya pemerintah melarang organisasi ekstra kampus seperti kelompok Cipayung beraktivitas di kampus karena melakukan gerakan politik praktis di kampus-kampus.

Sebelum berakhirnya pemenrintahan resim Orde Baru, Lanjut Octa,  Suharto kembali merangkul mahasiswa untuk memuluskan gerakannya untuk melawan kelompok islam.

Pada akhirnya di era Presiden Jokowi sekarang, Menristekdikti membuka kembali kran yang terkunci bagi kelompok Cipayung untuk eksis dan berkolaborasi dengan semangat kebhinekaan dalam mengawal Pancasila di kampus.

"Langkah baik ini Ini harus dijemput oleh kelompok cipayung bersama organ ekstra kampus lainnya dalam pergerakan yang bernafaskan Pancasila untuk masuk lagi ke kampus, melakukan kaderisasi dan pembinaan lainnya sehingga roh Pancasila tumbuh di dalam diri mahasiswa." tuturnya.

Selanjutnya, Wakil Direktur Setara Institute Bonar Tigor Naipospos memaparakan fenomena radikalisme di kampus-kampus. 

"Ketika pemerintahan Orde Baru tumbang dan kran reformasi terbuka maka ekspresi agama semakin tidak terkendali. Paham-paham radikal yang sebelumnya senyap kembali melakukan gerakan-gerakan di kampus-kampus. seperti Hisbut Tahrir Indonesia (HTI)." katanya. 

Paham-paham radikal, sambungnya,  dan gerakan yang bertentangan dengan ideologi Pancasila harus diantisipasi oleh seluruh elemen mahasiswa. Karena sudah terlalu lama kita membiarkan kelompok-kelompok radikal menyebarkan pahamnya kepada para hamasiswa.

"Permenristekdikti adalah merujuk pada pembinaan ideologi bangsa dalam kegiatan kemahasiswaan di perguruan tinggi. Sehingga kelompok atau organsisasi  mahasiswa yang berasaskan Pancasila kembal mengisi ruang-ruang kampus yang selama ini dikuasai oleh kelompok-kelompok radikal," tandasnya. *(a/h)