![]() |
Ilustrasi (Sumber Foto: Kumparan) |
Oleh: Rachmad AL Fajar
Dunia dikejutkan oleh dua aksi
demontrasi yang memiliki tujuan yang sama di
Hong Kong dan Indonesia, namun dengan hasil yang berbeda? Apa yang
terjadi?...
Tepatnya rabu (23/10/2019) di hadapan
parlemen Hong Kong Sekretaris Keamanan Hong Kong, John Lee Ka-Chiu mengumumkan
secara resmi pencabutan / pembatalan RUU Ektradisi yang mengatur ektradisi
terutama ke daratan China, Pengumuman pembatalan RUU tersebut membuat
masyarakat pro demokrasi di Hong Kong merasa lega karena perjuangan mereka
selama 5 bulan terakhir dalam penyampaian aspirasi tidak sia-sia, Pemerintah
Hong kong akhirnya mendengar aspirasi tersebut dan memutuskan untuk
membatalkannya.
Rancangan Undang-Undang Ekstradisi
awalnya dicanangkan oleh Gubernur Hong Kong, Carrie Lam yang didasari kasus pembunuhan
serta mutilasi oleh warganya bernama Chan Tong Kai terhadap pacarnya, Poon
Hiu-wing di Taiwan. Massa pro demokrasi berpendapat apabila RUU Ekstradisi
benar-benar disahkan oleh Pemerintah bukan tidak mungkin kedepannya akan
terjadi penangkapan aktivis Pro demokrasi dan aktivis yang Anti China ditangkap
dan di ektradisi ke wilayah China daratan.
Tentu saja ini menjadi momok
menakutkan bagi warga Hong Kong yang memiliki sistem politik berbeda dengan
mereka yang ada di China daratan. Karena, di Hong Kong kebebasan berpendapat
dan demokrasi sangat dijunjung tinggi di wilayah Hong Kong. Dan akan semakin
mengekang serta menempatkan Hong Kong di bawah otoriter China.
Aksi demontrasi bermula april
2019,bergulir hari demi hari para demonstran yang terdiri dari Mahasiswa,
aktifis, buruh, serta warga masayarakatterus menyerukan aspirasi pencabutan RUU
Ekstradisi di depan gedung parlemen Hong kong, aksi demontrasi terus membesar
dengan jumlah mencapai jutaan massa yang memenuhi jalan-jalan di pusat
pemerintahan hingga menyebabkan lumpuhnya aktifitas perekonomian Hong Kong.
Aksi demontrasi yang semula
damai berubah menjadi anarkis setelahdi
picu oleh bentrokan antarmassa pro-demokrasi dan massa loyalis China serta
penangkapan besar-besaran aktifis pro demokrasi oleh polisi yang mengakibatkan
kerusakan sarana dan prasara umum diberbagai tempatserta timbulnyakorban luka
luka di kedua belah pihak baikdi demontran maupun kepolisian Hong Kong.
Aksi demonstrasi di Hongkong masih
terus berlangsung sampai saat ini, walaupun Pemerintah telah
membatalkan/mencabut RUU Ektradisi, tetapi menurut para demonstranpemerintah
hanya memenuhi 1 (satu) dari lima tuntutan utama para demonstran Hong Kong.
Kita masih menunggu apakah pemerintah
Hong Kong mau mendengarkan aspirasi dan tuntutan dari rakyatnya? Well Soon....
Bagaimana dengan RUU KPK??
Kamis (17/10) atau tepatnya 6 (enam)
hari sebelum pencabutan RUU ektradisi di Hong Kong, publik Indonesia di kejutkan
dengan sahnya RUU KPK menjadi UU KPKkarena tidak ada tindakan oleh pemerintah
untuk membatalkan RUU tersebut. Bermula dengan di sahkannya RUU KPK pada rapat
paripurna selasa (17/9), proses Pengesahan hanya membutuhkan waktu 12 hari
sejak proses inisiasi bergulir, sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Dasar
1945 Pasal 20 ayat 5, Undang-Undang yang telah disetujui bersama antara DPR dan
pemerintah tetap akan berlaku meski tak ada tanda tangan presiden.
Masyarakat menilai pengesahan RUU KPK
dianggap terburu buru karena tidak melibatkan pegiatanti korupsi serta
masyarakat dalam pembahasan RUU KPK tersebut sehingga menelurkan pasal-pasal
yang dinilai kontroversi sehingga melemahkan KPK, ada 26 poin UU hasil revisi
yang dinilai melemahkan KPK beberapa diantaranya dibentuknya dewan pengawas
yang mempunyai kuasa melebihi pimpinan KPK terutama memberikan izin penyadapan,
penggeledahan, dan penyitaan, serta poin pemangkasan wewenang penyelidikan,
penyidikan dan penuntutan oleh KPK
Aksi demontrasi di mulai setelah
adanya pernyataan resmi pimpinan KPK yang menolak pembahasan RUU KPK yang saat
itu sedang berlangsung, pernyataan tersebut mendapat dukungan dari para mantan
Pimpinan KPK jilid I dan II,serta pegiat anti korupsi yang menyampaikan
penolakan pembahasan RUU tersebut melalui media massa di Gedung KPK.
Dukungan terus bergulir dari elemen
masyarakat dan mahasiswa dengan melakukan aksi demontrasi penolakanRUU di depan
Gedung KPK dan meminta DPR selaku wakil rakyatuntuk berhenti melakukan
pembahasan revisi tersebut. Aksi demontrasi tersebut lantas tidak membuat
anggota DPR RI bergeming dengan terus membahas dan mengesahkan revisi RUU KPK
tersebut
Aksi demontrasi yang di lakukan oleh
pegiat anti korupsi, mahasiwa dan masyarakat terus berlanjut, puncaknya pada senin
(23/9), aksi unjuk rasa ribuan mahasiswa dan aktivis pegiat Anti Korupsi mulai
digelar serentak di berbagai daerah di Indonesia, mulai dari Medan, Jakarta,
dan Makassar.
Mereka bukan saja menuntut pembatalan
RUU KPK tetapi mereka juga menyampaikan sejumlah tuntutan lainnya seperti
penundaan pengesahan RUU KUHP, RUU Pemasyarakatan, RUU Pertanahan, dan RUU
Mineral dan Batubara. Bentrokan antar demonstran dengan pihak Kepolisian sempat
terjadi di depan Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, dan di depan Gedung DPRD
Jawa Barat.
Aksi unjuk rasa terus berlanjut
semakin membesar di berbagai daerah pada Selasa (24/9). Ribuan mahasiswa dari
berbagai universitas dan elemen masyarakat turun ke jalan menyuarakan aspirasi,
bentrokan tidak dapat di hindari antara mahasiswa dengan pihak kepolisan,
bentrokan terjadi hampir di semua kota di indonesia yang menyebabkan adanya
korban jiwa serta ratusan korban luka luka.
Aksi unjuk rasa mahasiswa kembali
terjadi pada senin (14/10) di depan Istana Negara menuntut Presiden Jokowi
menerbitkan Perppu karena sampai tenggat waktu yang diberikan, Presiden Jokowi
masih belum menerbitkan Perppu KPK.
Aksi unjuk rasa mahasiswa terus
berlanjutdan berlangsung di berbagai kota, tepat bersamaan dengan hari sumpah
pemuda senin (28/10) dimana makna dari sumpah pemuda adalah semangat untuk
menggapai cita-cita berdirinya negara Indonesiadan menegaskan bahwa "tanah
air Indonesia", "bangsa Indonesia", dan "bahasa
Indonesia".
Akankah Presiden Jokowi hanya diam
bergeming atau mendengarkan aspirasi dari mahasiswa serta elemen masyarakat
yang telah berlangsung 2 (dua) bulan belakangan ini yang berujung korban jiwa
dan luka luka hanya untuk penerbitan Perppu pencabutan/pembatalan RUU KPK?...
*Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana
UI
KOMENTAR