![]() |
foto : Alm. Yos Rahawadan sebagai pemateri dalam kegiatan internal PMKRI Cab. Jakarta Pusat/ist. |
Kabar duka
dibagikan. Telah berpulang kepada Sang Pencipta salah satu senior penting
organisasi: Birinus Joseph Rahawadan. Ia kembali kepada Sang Khalik pada 4
September 2022 (23.50 WIB) di RS. Medika Permata Hijau dalam usia 66 tahun. Tidak terlalu rentah, tetapi juga tak
muda lagi.
Ia menjadi
penting, setidaknya bagi tumbuh kembangnya PMKRI Cabang Jakarta Pusat/Rayon
Menteng (dan juga PMKRI secara umum) karena konsistensinya dalam melakukan
pendampingan (mentorship) yang terus-menerus kepada generasi yang lebih
muda dari macam-macam cabang.
Sosoknya
sederhana. Yang khas dari Om Yos kalau ke marga adalah selalu membawa empat hal
bersama dirinya: tas samping yang berisi buku dan dokumen tentang PMKRI, bulpen
sama secarik kertas untuk menulis nomor telepon dan mencatat hal penting yang
mungkin ada dalam diskusi dan obrolan yang biasanya disimpan di saku baju, sapu
tangan dari saku celananya, dan senyum tulus seorang kakak yang penuh sayang.
Senyum yang segera menangkap bahwa adik-adiknya belum makan!
Di era seperti
sekarang ini tidak mudah menemukan sosok mentor seperti Om Yos, begitu kami
biasanya menyapa beliau, yang merelakan tenaga, waktu, dan hampir seluruh sisa
hidupnya bagi proses kaderisasi.
Pengorbanan
beliau itu didasarkan pada keyakinan bahwa "setiap orang memiliki masa depannya
sendiri dan tugas kita adalah mempersiapkan setiap kader agar mereka siap
menjadi orang-orang penting di bidangnya masing-masing." Senior dan alumni
bertugas untuk mempersiapkan figura agar di dalamnya terpajang lukisan indah
setiap kader.
Keyakinan ini
sering diutarakannya dalam momen-momen formal seperti Masa Penerimaan Anggota
Baru (MPAB), Masa Bimbingan (Mabim), atau Latihan Kepemimpinan Kader (LKK).
Di luar itu,
dalam obrolan informal di Warung Pak Pardi, yang terletak di pojok Margasiswa
I, Menteng, Jakarta Pusat, yang sering kami lakukan, Ia selalu menyampaikan
bahwa setiap kader ini berpotensi menjadi para pemimpin di daerah masing-masing
dan juga dalam skala nasional.
"Kita tak
pernah tau, tapi tugas kita mempersiapkan mereka. Kelak mereka akan menjadi
anggota DPRD, anggota DPR RI, menjadi Bupati dan Walikota, menjadi tokoh-tokoh
yang berpengaruh dimana mereka berkarya," ujar pria yang pernah menjadi
Sekretaris Jenderal Pengurus Pusat PMKRI Periode 1988-1990 di bawah
kepemimpinan Ketua Presidium Gaudens Wodar.
Saya ingat betul
salah satu nasehat Om Yos kepada kami ketika kami mengikuti MPAB tentang
pentingnya menggembleng diri di dalam organisasi kaderisasi. Ia mengutip
seorang ilmuwan besar bernama Francis Bacon mengenai pentingnya menulis,
membaca, dan berbicara (berdebat).
"Kebiasaan membaca senantiasa membuat orang menjadi lebih bijaksana; kebiasaan menulis senantiasa membuat orang menjadi lebih sempurna; dan kebiasaan tampil berbicara di muka umum senantiasa membuat orang lebih matang."
Panggilan
sebagai aktivis setidaknya harus diboboti oleh ketiga keterampilan tersebut
agar aktivisme dan perjuangan berpijak pada batu karang argumentasi yang kokoh.
Aktivis tanpa membaca itu bentuk narsisme dan kesombongan yang menyebabkan
seseorang menjadi kepala batu dan tertutup karena menganggap "aku"
sebagai kebenaran mutlak sehingga menutup diri terhadap kebenaran di luar
dirinya.
"Itu
namanya bebal," kata Om Yos pada saya ketika kami berdua berbincang di Warung Pak Pardi, Margasiswa Menteng. Efek samping lainnya dari narsisme dan
kesombongan itu adalah katrok alias kampungan!
Lebih lanjut, Ia
mengatakan agar aktivis harus bisa menulis. Menulis sebagai kegiatan rohani
sebab ia melahirkan pikiran, sesuatu yang bersifat rohaniah, ke dalam tulisan.
Tulisan bersifat individual karena lahir dari pikiran tetapi pada saat yang bersifat sosial karena ia beredar dan dibaca oleh yang lain. Syukur-syukur
itu mempengaruhi orang lain.
Itu sebabnya
aktivis harus bisa menulis agar orang lain tergerak hati untuk memperjuangkan
nilai yang sama yang sedang diperjuangkan. "Vita brevis, ars longa,"
dia mengulang adagium Latin untuk menegaskan betapa pentingnya menulis.
Di banyak
kesempatan saya dan almarhum sering berdiskusi, tak jarang beradu argumen
secara tajam. Saya ingat, ketika Jakarta Pusat mengadakan MPAB, saya bersama
dengan Om Yos dan beberapa senior makan malam bersama. Kami berdiskusi dan
berdebat dengan sengit. Itu membuat makan malam terasa hambar tapi tetap dalam
semangat persaudaraan yang sama untuk PMKRI. Itu seperti suatu relasi cinta
platonik dalam pengertian tertentu.
Dia mengajarkan
kami untuk berbicara dengan lantang dan lugas, tegas dan meyakinkan, tetapi
harus ada seninya dalam berargumentasi. Argumentasi harus ada isinya karena itu
membaca sangat penting sekali.
"Dalam
forum diskusi terbuka bersama dengan organisasi mahasiswa lainnya, kalau saya
bicara pasti orang langsung tau itu anak PMKRI," ucap Om Yos dengan
ekspresi serius, mata agak melotot. Itu kekhasan anak PMKRI!
"Tetapi
kekhasan bisa memudar dan hilang, Om!"
Itu kekhawatiran
kami berdua dalam hampir setiap pertemuan. Sebagian besar obrolan kami memang
tentang menulis, terutama tentang konsep-konsep pembinaan dan kaderisasi PMKRI
yang berusaha belio rampungkan dari dulu hingga ajal menjemput.
Niat baik itu
belum rampung! Butuh team work yang solid untuk merampungkan apa yang sudah direncanakan. Sekarang, teman-teman PMKRI Jakarta Pusat menjadikan salah satu
ruangan Dewan Pimpinan Cabang (di bagian depan) sebagai ruang baca. Isinya penuh dengan buku-buku
koleksi pribadi Om Yos yang dia wariskan kepada adik-adiknya.
Selamat jalan,
Om Yos!
Oleh : Yohanes Paulus A. Zany Namang
(Ketua Presidium PMKRI Cabang Jakarta Pusat 2016-2017/Presidium Gerakan Kemasyarakatan Pengurus Pusat PMKRI 2018-2020)
KOMENTAR