Proyek Strategis Nasional Membunuh Kehidupan Masyarakat Indonesia

Jakarta, Verbivora.com – Aksi demonstrasi bela Rempang, yang digerakkan oleh Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) di Patung Kuda pada tanggal 29 September 2023, menggambarkan kepedihan dan penderitaan masyarakat Pulau Rempang akibat Proyek Strategis Nasional (PSN) yang dijalankan di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo. Aksi ini merupakan prakarsa dari Pengurus Pusat (PP) PMKRI bersama cabang PMKRI se-DKI Jakarta.

Konflik agraria yang mengakibatkan masyarakat di kawasan-kawasan proyek strategis yang akan dibangun rentan mengalami persekusi dan dilanggar hak hidupnya.

Koordinator Lapangan Aksi, Farelld Piyo, Presidium Gerakan Kemasyarakatan PMKRI Cabang Jakarta Pusat, menegaskan bahwa PSN yang dijalankan oleh pemerintahan saat ini tidak hanya menghadirkan konflik agraria, tetapi juga memicu ketegangan horizontal di antara masyarakat.

Baca juga: Audiensi dengan Komnas HAM RI, Pengurus Pusat PMKRI Soroti Rempang Eco City

“Aksi demonstrasi Bela Rempang ini juga sebagai bagian dari evaluasi PMKRI terhadap banyaknya Proyek Strategis Nasional di pemerintahan Presiden Joko Widodo yang tidak terlepas dari konflik agraria. Baik itu, konflik horizontal antar sesama masyarakat, maupun represifitas dari negara terhadap masyarakat,” tegas Farelld Piyo.

Selain itu, Komisaris Daerah PMKRI DKI Jakarta, Evensianus Dahe Jawang, menyoroti bahwa pasal 33 ayat 3 UUD 1945 dan UU Pokok Agraria yang adalah Lex Generalis dari pengaturan lahan di Indonesia, sejauh ini lebih banyak berpihak pada investor dan pengusaha.

Aksi demonstrasi bela Rempang, yang digerakkan oleh Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) di Patung Kuda pada tanggal 29 September 2023 menuntuk Proyek Strategis Nasional Membunuh Kehidupan Masyarakat Indonesia
Aksi demonstrasi bela Rempang, yang digerakkan oleh Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) di Patung Kuda pada tanggal 29 September 2023 menuntuk Proyek Strategis Nasional Membunuh Kehidupan Masyarakat Indonesia

Proyek Stategis Nasional dan Keselamatan Masyarakat

Menurut Ketua PMKRI Cabang Jakarta Pusat, Maria Cristi Ine Lipa Dori, bahwa dampaknya terasa nyata dalam bentrok tanggal 7 dan 11 di Pulau Rempang, yang menyebabkan ribuan kepala keluarga terancam dipindahkan demi Proyek Rempang Eco-City. Kondisi ini menciptakan ketidakpastian dan marginalisasi yang sangat merugikan bagi masyarakat setempat.

“Dan, kita sama-sama mengetahui bagaimana dalam bentrok tanggal 7 dan 11 di Rempang itu ada begitu banyak masyarakat yang terkena dampaknya, dan semakin termarjinalkan.Itu kondisinya kan ada sekitar enam ribuan kepala keluarga di 16 kampung di Pulau Rempang yang bakal dipindah paksakan untuk proyek Rempang Eco-City. Dimana, jaminannya juga kan belum jelas,” jelas Maria Cristi Ine.

Baca juga: Menyongsong Pemilu 2024, PMKRI Jakarta Barat Ajak Generasi Muda Tak Apatis Politik

Hal serupa disampaikan oleh Yos, Ketua Presidium PMKRI Cabang Jakarta Utara, bahwa kekerasan yang terjadi di Pulau Rempang merupakan contoh kekerasan berbasis modal (Capital Violence) yang mengancam hak-hak dan keselamatan masyarakat.

“Rangkaian kekerasan yang terjadi di Rempang merupakan bagian dari kekerasan yang berbasis pada kepentingan modal/ kapital (Capital Violence). Sikap pemerintah yang menganut watak developmentalis dan pembangunanisme pada akhirnya sangat berbahaya dan menggiringkan hak- hak masyarakat,” tegas Yos.

Ketua PMKRI Jakarta Timur, Delvisius, menyoroti aspek bisnis dan HAM dalam konteks Proyek Eco-City di Pulau Rempang yang telah ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN). Delvisius menegaskan bahwa proyek ini memiliki potensi merampas ruang hidup masyarakat setempat. Dia menggarisbawahi perlunya perusahaan-perusahaan terlibat dalam proyek ini untuk lebih memperhatikan dan memastikan jaminan serta perlindungan bagi masyarakat yang terdampak oleh praktik bisnis mereka. Ini adalah langkah yang ideal untuk memastikan bahwa dampak negatif proyek ini dapat diminimalkan.

“Menyampaikan dalam Aspek Bisnis dan HAM, Proyek Eco –City di Rempang ini yang ditetapkan sebagai PSN berpotensi merampas ruang hidup masyarakat. Idealnya, perusahaan harus memperhatikan, memastikan jaminan dan perlindungan bagi bagi masyarakat yang terdampak dari praktik bisnis tersebut.”

Baca juga: Fandi Ferdinandus Terpilih sebagai Ketua Presidium PMKRI Cabang Kendari

Ketua Presidium PMKRI Cabang Jakarta Barat, Febrian, menekankan bahwa peristiwa yang terjadi di Pulau Rempang harus dianggap sebagai masalah serius. Dampaknya telah meluas dan mempengaruhi banyak aspek kehidupan masyarakat.

“Peristiwa yang terjadi di Rempang harus dianggap sebagai permasalahan serius, sebab telah berdampak pada banyak aspek. Bibit-bibit memburuk dan berlanjutnya konflik telah terlihat paling tidak dari dua ciri yakni sentimen kesukuan yang terbangun dan dendam akibat kekerasan.”

Menurut Tesa, selaku Ketua Presidium Jakarta Selatan, menyatakan bahwa kekerasan yang terjadi di Pulau Rempang merupakan pelanggaran HAM sebagaimana diatur dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM. Tindakan segera diperlukan untuk menghentikan pelanggaran HAM dan memastikan bahwa hak-hak masyarakat di Pulau Rempang dihormati dan dilindungi dengan baik.

“Peristiwa kekerasan Rempang sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia sebagaimana diatur dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM. Selain Proses – proses dialogis yang dibangun oleh pemerintah, respon cepat dan tanggap harus segera dilakukan guna mencegah keberlangsungan peristiwa kekerasan.”

Baca juga: PMKRI Gelar Konferensi Energi Nasional, Dorong Pemerintah Fokus Pada Penggunaan EBT

Tuntutan dan Sikap PMKRI

Pengurus Pusat PMKRI dan PMKRI Cabang se-DKI Jakarta bersama-sama menyerukan tuntutan dan ultimatum kepada pemerintah, termasuk Presiden Joko Widodo dan aparat keamanan, untuk:

  1. Mendesak Presiden Joko Widodo untuk segera menghentikan Proyek Strategis Nasional di Pulau Rempang.
  2. Mendesak Presiden Joko Widodo untuk mengevaluasi kinerja TNI dan Polri, serta mengusut tuntas kasus penyalahgunaan kewenangan aparat negara yang terlibat dalam kasus kekerasan terhadap masyarakat di Pulau Rempang.
  3. Mendesak Kapolres Rempang untuk membebaskan aktivis dan masyarakat Pulau Rempang yang ditangkap.
  4. Evaluasi total Proyek Strategis Nasional.
  5. Laksanakan Reforma Agraria.
RELATED ARTICLES

Most Popular