Menilik Refleksi Kader Sebagai Pemenuhan Pencapaian Transformasi PMKRI

Empat bulan sudah, waktu yang tentunya masih amat singkat mengenai waktu saya berproses dan belajar di PMKRI Yogyakarta. Aktivitas organisasi ini membawa saya dalam beberapa agenda keterlibatan dan dinamika yang pada akhirnya mendorong niat saya untuk menumpahkan pikiran saya dalam tulisan yang tidak begitu sempurna ini. Tulisan ini menjadi sarana saya menajamkan ingatan tentang semua hal yang saya dengar, saya baca dan saya pahami dari diskusi sederhana di sudut Margasiswa, di sore hari yang tenang, di atas meja pajang, bersama teman-teman kader yang semangatnya amat membara.

Tulisan ini sekali lagi berusaha untuk memastikan gagasan dan rencana baik kami tidak tenggelam begitu saja. Saya amat percaya, tulisan membuat kita dikenang, hanya bicara saja tentu tidak cukup jika ingin menapaki garis hidup sebagai intelektual muda, aktivis PMKRI. Dalam diskusi yang belum lama ini terjadi di Margasiswa, saya coba merangkum dan menuliskan syarat apa yang dapat dilakukan agar agenda transformasi PMKRI dapat terus diingat dan dikerjakan.

Pemetaan strategi untuk suatu transformasi dari Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Santo Thomas Aquinas cabang Yogyakarta diangkat dari berbagai refleksi setiap kader yang ada dengan melihat proses yang terjadi selama berdinamika. Diskusi sore hari itu mengangkat beberapa hal, tentang begitu banyak isu atau masalah yang terjadi dan harus dikerjakan bersama hingga tuntas.

Baca juga: Gelar Workshop Nasional PMKRI, Tri Natalia: Pengembangan SDM Berkualitas Menjadi Prioritas Utama

Pertama, bagaimana kekurangan dalam memperkenalkan atau mempromosikan PMKRI kepada khalayak umum, aktivasi media digital, kecakapan kader, persuasi promosi PMKRI, dan inklusivitas daya tawar konten Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia.

Kedua, persepsi dan stereotip yang menganggap Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia adalah suatu organisasi dengan dominasi suku atau etnis tertentu dan juga kurangnya daya tarik dari mahasiswa yang notabene orang asli Yogyakarta. Ini sesuatu yang amat memantik semangat berpikir kami di Margasiswa sore itu, DPC ataupun anggota biasa. Isu ini bagaikan mata koin yang perlu kami periksa dan menemukan akar persoalan sembari membangun budaya reflektif dan otokritik terhadap dinamika organisasi yang semakin hari harus terus membuka cara pandang, kesadaran akan adanya perbedaaan minat orang muda, dan menemukan strategi dalam “membahasakan” program kerja sebagai sesuatu yang diminati masyarakat secara luas, khususnya mahasiswa Katolik di Yogyakarta.

Ketiga, kurangnya keterlibatan yang secara konkrit mewujudkan salah satu nilai tiga benang merah, yaitu Fraternitas dan pemenuhan evaluasi terhadap kultur organisasi. Tak dapat dipungkiri, pada akhirnya dinamika ber-PMKRI yang amat diingat adalah kenangan akan berelasi, bersaudara dengan sesama kader yang memupuk solidaritas.

Bagi saya, 76 tahun usia Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia Yogyakarta tentu tidak terlepas dari suksesnya internalisasi nilai-nilai persaudaraan yang dihidupi di organisasi ini. Namun, strategi dan bentuk aktualisasi nilai ini tentu harus memungkinkan setiap orang merasakan apa itu fraternitas, hal ini tentu berkaitan dengan apa yang harus dilakukan, seperti apa dan bagaimana ini menjadi narasi yang membadan pada diri setiap kader PMKRI.

Selain itu, keinginan para kader untuk membuka cabang-cabang PMKRI di beberapa tempat/kabupaten seperti Sleman, Bantul dan juga Jogja Kota. Dari keinginan untuk membuka cabang-cabang kecil dari PMKRI Santo Thomas Aquinas Cabang Yogyakarta ini dilakukan karena mempertimbangkan banyaknya universitas yang ada di seluruh kota Yogyakarta, penurunan keanggotaan per tahun 2020-2023, dan juga akses kendaraan pribadi yang menjadi alat transportasi ketika harus mengikuti diskusi atau kegiatan lain yang ada di Margasiswa.

Baca juga: KSN di Denpasar, ini Pesan Ketua PP PMKRI

Upaya Pemenuhan Pencapaian Transformasi PMKRI

Berangkat dari kekurangan-kekurangan itu, para kader yang memiliki kecintaan dan juga keinginan untuk membawa Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Santo Thomas Aquinas cabang Yogyakarta kepada kemajuan yang sangat signifikan beberapa tawaran yang diajukan.

Pertama, melakukan promosi yang bersifat terlibat langsung dalam suatu kelompok muda mahasiswa Katolik dan meningkatkan kinerja dari media sosial dengan melakukan pengupdatean secara terjadwal dan berkala. Kedua, menarik para anggota baru dengan melakukan pendekatan khusus, walaupun itu sudah bertolak belakang dengan prinsip semuanya kembali kepada keyakinan atau kesadaran diri sendiri.

Namun, ketika kita selalu berpegang pada prinsip tersebut maka keinginan untuk menarik mahasiswa muda katolik untuk bergabung itu tidak akan terwujud atau susah. Oleh karena itu, inilah tantangan yang sesungguhnya yang harus kita hadapi dengan meningkatkan nilai jual dan meyakinkan mahasiswa katolik akan apa saja yang akan mereka peroleh. Menariknya juga dari metode ini secara tak langsung juga melatih para kader untuk bisa melakukan lobby dengan seseorang yang nantinya bisa sangat berguna di kehidupan kesehariannya.

Ketiga, berkaitan dengan mewujudkan salah satu nilai benang merah yang secara sederhana dari perwujudan nilai fraternitas adalah terlibat aktif dengan berkolaborasi dan membuat jadwal dengan Frater ordo Jesuit untuk melakukan pengajaran pada anak-anaktertinggal atau yang tidak mampu secara ekonomi untuk tetap bisa mendapatkan pengetahuan atau ilmu walaupun tidak harus di sekolah-sekolah pada umumnya.

Kemudian, berbicara mengenai pembukaan cabang-cabang kecil atau cabang-cabang daerah tertentu seperti Sleman, Bantul dan Kota Jogja dari PMKRI Santo Thomas Aquinas cabang Yogyakarta ini sudah saatnya dan sangat penting untuk direalisasikan karena menimbang beberapa hal yang telah dituliskan di awal mengenai tiga hal yaitu banyaknya universitas yang ada di seluruh kota Yogyakarta, penurunan Keanggotaan per tahun 2020-2023, dan juga akses kendaraan Pribadi yang menjadi alat transportasi ketika harus mengikuti diskusi atau kegiatan lain yang ada di Margasiswa.

Banyaknya universitas yang ada di seluruh kota Yogyakarta adalah 101, dengan Prodi 766 yang pemetaan daerahnya sendiri diantaranya Yogyakarta, Bantul, Sleman, Kulon Progo, dan Gunung Kidul. Melihat data tersebut sudah menjadi salah satu alasan mengapa cabang- cabang kecil untuk PMKRI Santo Thomas Aquinas cabang Yogyakarta perlu dibentuk sehingga lebih banyak keanggotaan yang masuk, selain itu hal ini juga diperlukan untuk bisa mengenalkan PMKRI lebih dekat di kalangan mahasiswa katolik. Selain itu, ketika cabang- cabang kecil ini dibentuk, maka akan mengatasi kendala terkait kendaraan bagi mahasiswa katolik yang ingin bergabung tetapi tidak memiliki kendaraan pribadi ketika harus melakukan kegiatan atau berdinamika dengan anggota PMKRI lainnya.

Berbagai refleksi terkait permasalahan yang ada di PMKRI dan juga tawaran-tawaran yang disampaikan dalam diskusi pemetaan strategi, isu dan agenda transformasi PMKRI Yogyakarta ketika dilakukan dan ditekuni sungguh-sungguh semuanya itu bisa terwujudkan. Hal-hal yang disampaikan sebelumnya terkait rencana kedepannya untuk transformasi PMKRI Yogyakarta tidak luput juga dari pembentukan presidium dan juga biro-biro yang memang memfokuskan diri pada berbagai hal yang memang memiliki keyakinan kuat dan potensi di bidang tersebut.

Selain itu, pada Rapat Umum Anggota Cabang (RUAC) akan diharapkan mendapatkan atensi setiap kader untuk menjadikan forum RUAC sebagai forum konsolidasi ide dan gagasan untuk agenda transformasi PMKRI Yogyakarta yang dapat dicapai bersama sekurang-kurangnya dalam dua tahun mendatang, saya pikir ini amat mungkin, agenda FGD dalam siding komisi RUAC memungkinkan konsolidasi gagasan itu dapat terjadi.

Perubahan aturan Anggaran Rumah Tangga Cabang (ARTC) yang kontekstual, perumusan agenda strategis yang dapat diukur, pembentukan dan memperkuat pembadanan identitas kader PMKRI dan strategi pencapaian visi-misi PMKRI menjadi Langkah kecil yang dapat diupayakan Bersama dalam memastikan agenda transformasi PMKRI ini terjadi dan menjadi rencana strategis yang dapat diukur melalui proses kerja, evaluasi dan refleksi perjuangan setiap anggota dan pengurus yang menjalankan roda kerja organisasi di masa mendatang.

Saya sadar betul bahwa tulisan ini tentu bukan rujukan utama dalam memastikan PMKRI terus bertransformasi. Namun, tulisan ini pada dasarnya sebagai Upaya awal mendokumentasikan gagasan kecil setiap kader di Margasiswa PMKRI Yogyakarta. Transformasi tentu tidak akan pernah terwujud jika setiap kader tidak membadani identitas kader PMKRI yang amat luhur sebagai syarat sungguh-sungguh menjadi kader. Saya amat berharap dan bermimpi, PMKRI harus terus tumbuh, menjadi intermediary actor, menjadi wadah bersama berproses, sebagai kawah candradimuka bagi setiap orang untuk mengabdi diri menggalang budi, bagi Gereja, Ibu Pertiwi. Sekian.

Penulis oleh : Karolina Ekayuni Harmi Anggota Biasa PMKRI Yogyakarta St. Thomas Aquinas

RELATED ARTICLES

Most Popular