![]() |
Alfred Januar Nabal (Foto. Dok. Pribadi) |
Alfred R. Januar Nabal*
Di awal abad ke 20, geliat nasionalisme mulai tampak dalam
ruang-ruang sosial masyarakat Hindia Belanda. Anak-anak muda menjadi penggagas
utama konsep nation (bangsa) dan semangat (nasionalisme) kebangsaan pada masa
itu. Ihwal lahirnya dua entitas ini tidak terlepas dari situasi yang dialami
masyarakat ketika itu: penjajahan.
Dalam perjalanannya sepanjang abad ke 20, konsep bangsa dan
semangat nasionalisme kebangsaan ini selalu menjadi roh yang menggerakkan
generasi muda untuk menentukan arah perjalanan negara-bangsa Indonesia. Mulai
dari peristiwa kebangkitan nasional 1908, peristiwa sumpah pemuda 1928,
proklamasi kemerdekaan 1945, gerakan mahasiswa angkatan 1966, dan terakhir
peristiwa reformasi 1998.
Gagasan nasionalisme yang dianut oleh founding fathers and
mothers kita berpijak pada gagasan yang dicetuskan oleh Ernest Renant dan Otto
Van Bauer. Terdapat dua syarat terbentuknya bangsa dan semangat kebangsaan,
yaitu kesamaan nasib dan keinginan untuk bersatu.
Dua syarat ini menjadi relevan di awal munculnya kesadaran
nasionalisme, karena situasi keterjajahan memunculkan keinginan untuk bersatu.
Gagasan nasionalisme Indonesia yang berpijak pada pemikiran Ernest Renant dan
Otto Van Bauer mencapai hasilnya dalam proklamasi kemerdekaan Indonesia sebagai
negara-bangsa Indonesia tahun 1945.
Indonesia pasca proklamasi kemerdekaan menghadapi tantangan
perihal definisi yang menjadi dasar pijakan bertumbuhnya nasionalisme pada
generasi pasca kemerdekaan. Gagasan lama yang berpijak pada pemikiran Ernest
Renant dan Otto Van Bauer menjadi kurang relevan karena beberapa hal ini.
Pertama, generasi yang lahir setelah proklamasi kemerdekaan tidak mengalami dan
merasakan secara langsung situasi keterjajahan yang merupakan cikal bakal
nasionalisme Indonesia.
Kedua, fakta-fakta sejarah Indonesia masa lampau terdistorsi
oleh arus zaman, sehingga generasi yang hidup di masa sekarang tidak menangkap
secara utuh fakta-fakta sejarah tersebut. Ketiga, yang paling aktual di awal
abad ke 21 ini berupa menguatnya budaya kosmopolitanisme yang menarik setiap
orang menjadi warga global.
Tantangan
Kosmopolitanisme
Kekosongan dasar pijakan nasionalisme di era pasca
kemerdekaan diisi oleh konsep Benedict Anderson tentang komunitas terbayang
(Imagined Communities). Anderson berpandangan, suatu bangsa merupakan komunitas
politis dan dibayangkan terbatas secara inheren dan memiliki kedaulatan. Bangsa
disebut sebagai komunitas terbayang karena mustahil bagi individu anggotanya
untuk benar-benar pernah berinteraksi.
Terbatas berarti hanya
orang-orang tertentu yang memiliki syarat inheren adalah bagian dari bangsa.
Berdaulat berarti sebuah bangsa menganggap dirinya memiliki wilayahnya yang
mandiri. Kekuatan yang menyatukan individu-individu dalam komunitas terbayang
ini terletak pada kapitalisme media (cetak). Media menjadi instrumen yang
mewujudkan kesadaran nasional.
Pemikiran Anderson ini mampu menumbuhkan semangat
nasionalisme Indonesia pasca kemerdekaan sepanjang abad 20. Memasuki abad 21,
arus globalisasi menghantam Indonesia secara drastis dan cepat. Globalisasi
mengaburkan batas-batas negara, mengintegrasikan budaya, teknologi, dan
pemerintahan, sehingga menciptakan pola hubungan yang kompleks. Globalisasi
berhasil memperluas jangkauan dan mempercepat aliran modal, barang, orang, dan
gagasan melintasi batas-batas negara dan bangsa.
Pada saat bersamaan, masyarakat Indonesia gagap menghadapi
arus besar ini. Yang terjadi, bangsa kita mengikuti arus tanpa bisa memilah
dengan baik arus mana yang bisa mempertegas identitas kebangsaan, mana yang
malah melunturkannya. Kapitalisme media sebagai medium bertumbuhnya
nasionalisme tidak mampu membendung arus globalisasi yang menawarkan banyak
kemudahan dan nilai-nilai baru dari luar. Posisi ini menyeret kita pada isu
kosmopolitanisme.
Globalisasi merupakan pemicu utama munculnya isu
kosmopolitanisme dewasa ini. Secara etimologis, kosmopolitanisme berasal dari
cosmos (alam semesta) dan polites (warga negara). Kosmopolitan berarti warga
negara dunia. Kosmopolitanisme merujuk pada gagasan untuk membangkitkan kewarganegaraan
dunia dan mempromosikan identitas yang tidak dibatasi teritorial.
Kosmopolitanisme sebagai produk globalisasi menjadi tantangan riil bangsa
Indonesia saat ini.
Kosmopolitanisme merupakan gagasan yang telah diwanti-wanti
oleh para pendiri bangsa dalam sidang perdana BPUPK. Soekarno dalam pidatonya
tentang dasar negara ketika itu menghendaki Indonesia berdiri di atas dasar
internasionalisme (peri kemanusiaan), tetapi bukan kosmopolitanisme yang tidak
mau adanya kebangsaan (Soekarno, 1 Juni 1945). Jauh sebelum Indonesia
menghadapi arus besar globalisasi, para pendiri bangsa telah mewaspadai isu
kosmopolitanisme yang merusak tatanan kebangsaan Indonesia.
Nasionalisme di abad ke-21 perlu mencari dasar pijakan dan
cara-cara baru agar ia mampu bertumbuh dan berkembang di tengah arus
globalisasi yang menawarkan kosmopolitanisme. Pemikiran Ernest Renant, Otto Van
Bauer, maupun Benedict Anderson tetap menjadi referensi penting dalam mencari
definisi, cara-cara, dan semangat baru nasionalisme kebangsaan bercorak abad
21. Pemuda tetap menjadi aktor utama dalam upaya pencarian ini.**
*Penulis adalah
Pengurus Pusat PMKRI
**Tulisan ini sebagai
wacana awal untuk memikirkan secara serius tantangan nasionalisme kebangsaan di
abad ke 21
KOMENTAR